Mengenal Quit Quitting, Ini Pengertian dan Penyebabnya!
Apakah selama ini kamu berpikir bahwa arti quiet quitting adalah berkaitan dengan pemberhentian kerja?
Meskipun mengandung kata “quit” di dalamnya, tapi frasa ini sebenarnya tidak merujuk ke makna tersebut.
Sejak booming di tahun 2021 lalu, banyak orang menggunakan frasa ini untuk menggambarkan turunnya produktivitas dan antusiasme karyawan di tempat kerja.
Lingkungan kerja yang toxic disinyalir menjadi salah satu pemicu dari fenomena quiet quitting ini. Untuk mengetahui selengkapnya, yuk simak penjelasannya di bawah ini!
Apa itu Quiet Quitting?
Makna istilah quiet quitting adalah merujuk pada kondisi saat seorang karyawan sudah tidak memiliki antusiasme dan mau melakukan pekerjaan lebih dari job description yang telah disepakati.
Dengan kata lain, saat seseorang melakukan quiet quitting, mereka masih hanya bekerja sampai bare minimum atau batas cukupnya saja.
Umumnya, salah satu alasan seseorang melakukan quiet quitting adalah karena ingin melakukan perlawanan terhadap lingkungan kerja yang tidak mempertimbangkan work life balance.
Ini merupakan kondisi di mana seorang pekerja tetap dapat bekerja dan memiliki porsi kehidupan pribadi yang cukup atau seimbang.
Ciri-Ciri Karyawan Melakukan Quiet Quitting
Biasanya, ada beberapa tanda yang ditunjukkan saat seseorang melakukan quiet quitting, di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Produktivitas Turun
Salah satu tanda umum dari seorang karyawan yang melakukan quiet quitting adalah mengalami penurunan produktivitas.
Bisa jadi, ia hanya mengerjakan tugas sesuai dengan job description atau malah menyelesaikannya dalam jangka waktu lebih lama.
Baca juga: Tips Memilih Asuransi Kesehatan Karyawan yang Bagus & Tepat
2. Tidak Ada Inisiatif
Ciri-ciri lain yang perlu dicurigai sebagai tanda-tanda quiet quitting adalah saat seorang karyawan tidak lagi proaktif untuk memberikan solusi atau hanya mengikuti instruksi saja.
Padahal, sebelumnya karyawan tersebut selalu semangat untuk memberikan evaluasi atau berkontribusi dalam pengembangan bisnis.
3. Memberikan Respon Negatif
Selain berubah menjadi lebih reaktif atau pendiam, biasanya quiet quitting juga bisa ditandai dengan respon karyawan yang negatif.
Maksudnya, karyawan tersebut berubah menjadi lebih argumentatif atau suka berdebat saat mendapat tugas tambahan.
Biasanya, sikap seperti ini bisa muncul sebagai salah satu pertanda dari kesulitan yang dialaminya.
Penyebab Quiet Quitting
Lantas, apa saja penyebab dari perilaku quiet quitting? Umumnya, perilaku quiet quitting yang dilakukan karyawan terjadi karena beberapa faktor, seperti:
1. Beban Kerja yang Terlalu Banyak
Secara umum, alasan utama seseorang yang melakukan quiet quitting adalah karena terlalu banyak beban kerja.
Misalnya, ia bertanggung jawab untuk beberapa tugas yang seharusnya diselesaikan oleh dua atau bahkan tiga orang.
Saat terlalu terbebani, otomatis mereka akan bekerja lebih keras hingga akhirnya kelelahan.
2. Kompensasi yang Tidak Sesuai
Penyebab selanjutnya adalah karena karyawan tersebut mengerjakan terlalu banyak pekerjaan namun bayaran yang didapat tidak sesuai.
Pemberian kompensasi ini dianggap sangat penting karena merupakan salah satu bentuk penghargaan perusahaan terhadap karyawannya.
Kalau kompensasi yang diberikan tidak sesuai, bisa jadi karyawan akan merasa tidak dihargai oleh perusahaan.
Baca juga: Mengenal Insurtech, Asuransi Digital yang Kian Berkembang
3. Tidak Ada Batasan yang Jelas
Selain karena kompensasi, faktor lain penyebab quiet quitting adalah karena tidak ada batasan yang jelas.
Dalam hal ini, batasan yang dimaksud adalah limit antara pekerjaan dengan kehidupan pribadi.
Misalnya, meskipun sudah berada di luar jam kerja atau bahkan saat libur, mereka tetap harus berkutat dengan urusan pekerjaan.
Padahal, seharusnya hal-hal seperti ini bisa didiskusikan di jam-jam kerja atau saat sedang berada di kantor.
4. Harapan yang Tidak Jelas
Sering kali, quiet quitting juga bisa terjadi saat seorang karyawan merasa dituntut dengan harapan yang tidak realistis.
Apalagi jika mereka meminta terlalu banyak pekerjaan di luar deskripsi tanpa melakukan diskusi sebelumnya.
Misalnya, saat melakukan pekerjaannya, seorang karyawan diminta untuk bisa mengambil peran ganda dengan target yang tidak masuk akal.
Meskipun karyawan tersebut tetap berusaha untuk melakukan tugasnya dengan baik, namun hal seperti ini tetap bisa memicu demotivasi saat mereka bekerja.
5. Buruknya Komunikasi
Faktor selanjutnya yang juga bisa memicu terjadinya quiet quitting adalah karena mereka takut untuk mengungkapkannya.
Bisa jadi hal ini didasari karena sikap otoriter pimpinan yang sulit untuk mendengar keluhan karyawan.
Karena ketakutan inilah, akhirnya seseorang dapat melakukan quiet quitting demi menghindari konflik.
Baca juga: Asuransi Kesehatan: Definisi, Jenis-Jenis, dan Fungsinya
Tips Mengatasi Quiet Quitting
Sebagai upaya untuk mengatasi quiet quitting, ada beberapa hal yang bisa dilakukan, di antaranya adalah:
1. Mencari Akar Permasalahan
Seperti diketahui, quiet quitting dapat terjadi karena banyak faktor. Inilah mengapa, perusahaan perlu mencari akar permasalahan agar dapat merancang program yang tepat untuk mengembalikan antusiasme karyawan.
2. Menetapkan Target Kerja yang Transparan
Untuk mengukur performa karyawan, sebuah perusahaan perlu memiliki Key Performance Indicator yang jelas.
Penetapan target ini nantinya tidak hanya bermanfaat bagi perusahaan, tapi juga para karyawan dalam melakukan tugasnya.
Jadi, apabila suatu saat target tidak tercapai, perusahaan dapat melakukan tindakan evaluasi.
Sebaliknya, jika target akhirnya tercapai, perusahaan dapat memberikan apresiasi kepada karyawan dan menyusun rencana selanjutnya.
3. Penghargaan Terhadap Pencapaian Karyawan
Seperti dalam penjelasan di atas, salah satu pemicu quiet quitting adalah karena rendahnya apresiasi perusahaan terhadap pencapaian karyawan.
Jadi, agar mereka menjadi lebih semangat saat bekerja, solusi yang bisa dilakukan adalah dengan memberikan bonus berdasarkan performa.
Dari ulasan di atas, dapat diketahui bahwa quiet quitting adalah situasi saat produktivitas serta antusiasme karyawan menurun. Beberapa penyebabnya adalah karena kurangnya dukungan atau terlalu banyak beban kerja.
Selain memberikan kompensasi yang sesuai, quiet quitting juga dapat diatasi dengan memberikan layanan konsultasi kesehatan mental bagi karyawan.
Nah, untuk mewujudkan hal ini, perusahaan dapat menggunakan layanan kesehatan terpadu dari Aman.
Selain menyediakan jasa layanan konseling, Aman juga dapat membantu perusahaan untuk mengatur asuransi, medical check up, hingga memberi vitamin dan suplemen.
Untuk informasi lebih lanjut, mari kunjungi halaman bantuan atau berkonsultasi langsung melalui WhatsApp bersama tim kami.
Baca juga: Inilah 7 Rekomendasi Asuransi Kesehatan Karyawan Terbaik